1.
Fungsi Hukum Islam Dalam Kehidupan Bermasyarakat
Dalam al-Qur’an cukup banyak ayat-ayat yang
terkait dengan masalah pemenuhan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia
serta larangan bagi seorang muslim untuk melakukan pelanggaran hak asasi
manusia. Bagi tiap orang ada kewajiban untuk mentaati hukum yang terdapat dalam
al-Qur’an dan Hadis. Peranan hukum Islam dalam kehidupan bermasyarakat yang
dibahas yaitu :
a. Fungsi Ibadah
Fungsi utama hukum Islam adalah untuk
beribadah kepada Allah SWT. Hukum Islam adalah ajaran Allah yang harus dipatuhi
umat manusia, dan kepatuhannya merupakan ibadah yang sekali gus juga merupakan
indikasi keimanan seseorang.
b. Fungsi Amar
Ma’aruf Nahi Munkar
Sebagai contoh, proses pengharaman riba dan
khamr, jelas menunjukan adanya
keterkaitan penetapan hukum (Allah) dengan subyek dan obyek hukum (perbuatan mukallaf). Riba atau khamr tidak
diharamkan sekaligus, tetapi secara bertahap. Ketika suatu hukum lahir yang
terpenting adalah bagaimana agar hukum tersebut dipatuhi dan dilaksanakan
dengan kesadaran penuh.
Hukum Islam juga memperhatikan kondisi
masyarakat agar hukum tidak dilecehkan dan tali kendali terlepas. Oleh karena
itu, kita dapat memahami, fungsi kontrol yang dilakukan lewat tahapan
pengharaman riba dan khamr. Fungsi ini dapat disebut amar ma’ruf nahi munkar. yakni mendatangkan kemashlatan dan menghindarkan kemadhratan, baik
didunia maupun di akhirat kelak.
c. Fungsi Zawajir.
Fungsi ini terlihat dalam pengharaman
membunuh dan berzina, yang disertai dengan ancaman hukum atau sanksi hukum. Qishash, diyat, ditetapkan untuk tindak
pidana terhadap jiwa/badan, hudud
untuk tindak pidana tertentu (pencurian, perzinaan, qadhaf, hirabah, dan
riddah), dan ta’zir untuk tindak pidana selain kedua macam tindak pidana
tersebut. Adanya sanksi hukum mencerminkan fundi hukum islam sebagai sarana
pemaksa yang melindungi warga masyarakat dari segala bentuk ancaman serta
perbuatan yang membahayakan. Fungsi hukum Islam ini dapat dinamakan dengan zawajir.
d. Fungsi Tandhim
wa Islah al-Ummah.
Sebagai sarana untuk mengatur sebaik mungkin dan
memperlancar proses interaksi sosial, sehingga terwujudlah masyarakat yang harmonis
, aman, dan sejahtera.
Dalam hal-hal tertentu, hukum Islam
menetapkan aturan yang cukup rinci dan mendetail sebagaimana terlihat dalam
hukum yang berkenaan dengan masalah lain yakni, masalah muamalah, yang pada umumnya hukum Islam dalam masalah ini hanya
menetapkan aturan pokok dan nilai-nilai dasarnya. Fungsi ini disebut dengan Tanzim wa ishlah al-ummah. Keempat
fungsi hukum islam tersebut tidak dapat dipilah-pilah begitu saja untuk bidang
hukum tertentu, tetapi satu dengan yang lain saling terkait.
2. Konsep Hak Asasi Manusia
Dalam Islam Sejarah Hak Asasi Manusia
Alasan
penambahan istilah bertanggung jawab ialah disamping manusia memiliki hak, juga
memiliki tanggung jawab atas segala yang dilakukanya. Hak-hak asasi manusia
adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta (hak-hak
yang bersifat kodrati). Oleh karena itu, tidak ada kekuasaan apapun didunia ini
yang dapat mencabutnya.
Dilihat dari segi
kesejarahnya, umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM
dimulai dengan lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 M di Inggris. Magna Charta antara lain mencanangkan
bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolut (raja yang menciptakan
hukum, tetapi dia sendiri tidak terikat pada hukum), menjadi dibatasi
kekuasaanya dan mulai dapat dimintai pertanggung jawabanya dimuka hukum.
Lahirnya Magna Charta diikuti oleh
lahirnya Bill of Rights di Inggris pada tahun 1689. Pada saat itu mulai ada
adagium yang berintikan bahwa manusia sama di muka hukum. Adagium ini
memperkuat dorongan timbulnya demokrasi dan negara hukum. Pada prinsipnya, Bill
of Rights ini melahirkan persamaan. Perkembangan HAM selanjutnya ditandai
dengan munculnya The
American Declaration of Independence yang lahir dari paham Rousseau
dan Montesquiue. Selanjutnya pada tahun 1789 lahir pula The Rule of Low.
Dalam The
French Declaration, antara lain disebutkan tidak boleh ada penangkapan
tanpa alasan yang syah dan penahanan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh
pejabat yang syah. Di samping itu dinyatakan juga adanya Presunption of imocence, artinya orang-orang yang ditangkap, kemudian
dituduh dan ditahan, berhak dinyatakan tidak bersalah, sampai ada keputusan
pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah. Dalam
deklarasi ini juga dipertegas adanya freedom
of expression, freedom of religion, the right of property, dan hak-hak
dasar lainya. Semua hak-hak yang ada dalam berbagai instrument HAM tersebut
kemudian dijadikan dasar pemikiran untuk melahirkan rumusan HAM yang bersifat
universal, yang kemudian dikenal dengan
The Universal Declaration of Human Right
yang disyahkan oleh PBB pada tahun 1948.
Perbedaan Prinsip Antara Konsep HAM Dalam Islam dan Barat
Ada perbedaan prinsip antara
hak-hak asasi manusia dilihat dari sudut pandang Barat dan Islam. Hak asasi
manusia menurut pemikiran Barat menempatkan manusia pada posisi bahwa
manusialah yang menjadi tolok ukur segala sesuatu (antroposentris). Dalam
islam, melalui firman Allah di nyatakan, Allahlah yang menjadi tolok ukur
segala sesuatu, sedangkan manusia adalah ciptaan Allah untuk mengabdi
kepada-Nya(teosentris). Makna teosentris bagi orang Islam adalah manuisa
pertama-tama harus meyakini ajaran pokok Islam yang dirumuskan dalam dua
kalimat syahadat, yakni pengakuan tiada
Tuhan selain Allah dan Muhammad SAW adalah utusan Allah. Barulah setelah itu manusia
melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, menurut isi keyakinannya itu (Mohammad
Daud Ali, 1995 :304).
Petunjuk Ilahi yang berisikan
hak dan kewajiban tersebut telah disampaikan kepada umat manusia sejak manusia
itu ada.
Menurut ajaran Islam, manusia
diciptakan oleh Allah hanya untuk mengabdi kepada Allah. Tugas manusia unutk
mengabdi kepada Allah dengan tegas dinyatakan-Nya dalam QS. 51 (al-Dzariyat)
:56:
Wa maa khalaktuljinna wal insa illa
liya’buduuni
Artinya : Dan Aku tidak
meciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.
Oleh karena itu manusia mempunyai kewajiban untuk mengikuti
ketentuan-ketentuan yang diciptakan oleh Allah.
Kewajiban yang diperintahkan
kepada manusia dapat dibagi kedalam dua kategori, yaitu huququl ‘ibad. Huququl (Hak-hak Allah)
adalah kewajiban manusia terhadap sesamanya dan terhadap Allah SWT yang
diwujdukan dalam berbagai ritual ibadah, sedangkan huququl ‘ibad (Hak-hak manusia)
merupakan kewjiban-kewajiban manusia
terhadap sesamanya dan terhadap makhluk-makhluk Allah lainya .
Aspek khas dalam konsep HAM
Islam adalah tidak adanya orang lain yang dapat memaafkan pelanggaran hak-hak
jika pelanggaran itu terjadi atas seseorang yang harus dipenuhi haknya. Bahkan
suatu Negara Islam pun tidak dapat memaafkan pelanggaran hak-hak yang diimiliki
oleh seseorang. Negara terikat harus memberi hukuman kepada pelanggar HAM dan
memberi bantuan kepada pihak yang dilanggar HAM nya, kecuali pihak yang
dilanggar HAM nya telah memaafkan pelanggar HAM tersebut.
Prinsip-prinsip HAM tercantum
dalam Universal Declaration of Human Rights dilukiskan dalam
berbagai ayat. Apabila prinsip-prinsip human rights yang terdapay dalam
Universal Declaration of Human Rights dibandingkan dengan HAM yang terdapat
dalam ajaran Islam, maka dalam al-Qur’an dan al-Sunnah akan dijumpai antara
lain, prinsip-prinsip human rights sebagai berikut :
a.
Prinsip Martabat Manusia.
Dalam
al-Qur’an diebutkan bahwa manusia mempunyai kedudukan atau martabat yang
tinggi. Kemudian martabat yang dimiliki manusia itu sama sekali tidak ada pada
makhluk lain. martabat yang tinggi yang telah dianugerahkan Allah kepada
manusia, pada hakekatnya merupakan fitrah yang tidak dipisahkan pada diri
manusia (QS. 17 : al-Isra’ : 33 dan 70 QS. 5 :al-Maidah : 32, dan lain-lain).
Prinsip-prinsip al-Qur’an yang telah menempatkan manusia pada martabat yang
tinggi dan mulia dapat dibandingkan dengan prinsip-prinsip yang digariskan
dalam Universal
Declaration of Human Rights, antara lain terdapat dalam pasal 1 dan
pasal 3.
b.
Prinsip Persamaan.
Pada
dasarnya semua manusia sama, karena semuanya adalah hamba Allah. Hanya satu
kriteria yang dapat membuat seseorang tinggi derajatnya dari yang lain, yakni
ketakwaannya (QS. 49 : al-hujurat : 13). Prinsip persamaan ini dalam Universal Declaration of Human Rights terdapat dalam
pasal 6 dan pasal 7.
c.
Prinsip Kebebasan Menyatakan Pendapat
Al-Qur’an
memerintahkan kepada manusia agar berani menggunakan akal pikiran mereka
terutama unutk menyatakan pendapat mereka yang benar. Oleh karena itu, setiap
manusia sesuai dengan martabat dan fitrahnya sebggai makhluk yang berpikir
mempunyai hak untuk menyatakan pendapatnya dengan bebas, asal tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam dan dapat dipertanggung jawabkan.
Hak
untuk menyatakan pendapat dengan bebas dinyatakan dalam Universal Declaration
of Human Rights pasal 19.
f.
Prinsip Kebebasan Beragama
Prinsip
kebebasan beragama ini dengan jelas disebutkan dalam QS. 2 (al-Baqarah) : 256 :
Artinya : “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama
(islam) : sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.
Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah,
maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah maha mendengar lagi
maha mengetahui”.
Prinsip ini mengandung
makna bahwa manusia sepenuhnya mempunyai kebebasan unutk menganut suatu
keyakinan atau akidah agama yang disenanginya. Ayat lain yang berkenaan dengan
prinsip kebebasan beragama terdapat dalam QS. 50 (Qaaf) : 45 :
Artinya : “kami lebih mnengetahui tentang apa yang
mereka katakan, dan kamu sekali-kali bukanlah seorang pemaksa terhadap mereka.
Maka beri peringatanlah dengan al-Qur’an orang yang takut kepada ancaman-Ku”.
Dari ayat tersebut
dapat disimpulkan bahwa agama islam sangat menjunjung tinggi kebebasan
beragama. Hal ini sejalan dengan pasal 18 dari Universal Declaration of Human
Rights, yang berbunyi : setiap orang berhak mempunyai kebebasan berpikir, keinsyafan
batin, dan beragama.
g.
Prinsip Hak Atas Jaminan Sosial
Didalam al-Qur’an banyak dijumpai
ayat-ayat yang menjamin tingkat dan kualitas hidup minimum bagi seluruh
masyarakat. Ajaran tersebut antara lain adalah kehidupan fakir miskin harus
diperhatikan oleh masyarakat, terutama oleh mereka yang punya (QS. 51 : 19; QS.
70 : 24 ). Kekayaan tidak boleh dinikmati dan hanya berputar diantara
orang-orang kaya saja (QS.140 :2); Jaminan sosial itu harus diberikan,
sekurang-kurangnya kepada mereka yang disebut dalam al-Qur’an pihak-pihak yang
berhak atas jaminan sosial(QS.2 : 273, dan QS.9:60). Dalam al-Qur’an juga
disebutkan dengan jelas perintah bagi umat islam unutk melaksanakan zakat
kepada pihak-pihak yang memerlukanya. Tujuan zakat itu antara lain adalah untuk
melenyapkan kemiskinan dan menciptakanpemerataan pendapat bagi segenap anggota
masyarakat. Apabila jaminan sosial yang ada dalam al-Qur’an diperhatikan, jelas
sesuai dengan pasal 22 dari Universal Declaration of Human Rights, yang
bunyinya : setiap orang sebagai anggota masyarakat mempunyai hak atas jaminan
sosial.
h.
Prinsip Hak Atas Harta Benda
Dalam hukum islam, hak memiliki seseorang
sangat dijunjung tinggi. Sesuai dengan harkat dan martabat, jaminan dan
perlindungan terhadap milik seseorang merupakan kewajiban penguasa. Oleh karena
itu, siapa pun juga bahkan penguasa sekali pun, tidak diperbolehkan merampas
hak milik orang lain, kecuali untuk kepentingan umum, menurut tata cara yang
telah ditentukan terlebih dahulu (Muhammad Daud Ali, 1995:316). Hal ini sesuai
dengan pasal 17 dari Universal Declaration of Human Rights, yang bunyinya (1) setiap
orang berhak mempunyai hak milik, baik sendiri maupun bersama dengan orang
lain; (2) tidak seorang pun hak miliknya boleh dirampas dengan sewenang-wenang.
Dalam rangka memperingati abad ke 15 H,
pada tanggal 21 dzulqa’dah atau tanggal 19 september 1981, para ahli hukum
islam mengemukakan Universal Islamic Declaration of Human Rights yang diangkat
dari al-Qur’an dan sunnah rasulullah SAW. Pernyataan HAM menurut ajaran islam
ini terdiri dari XXIII Bab dan 63 pasal yang meliputi seluruh aspek hidup dan
kehidupan manusia. Beberapa hal pokok yang disebutkan dalam Deklarasi tersebut
antara lain adalah (1) Hak untuk hidup; (2) Hak untuk mendapatkan kebebasan;
(3) Hak atas persamaan kedudukan; (4) Hak untuk mendapatkan keadilan; (5) Hak
untuk mendapatkan perlindungan terhadap penyalahgunaan kekuasaan; (6) Hak untuk
mendapatkan perlindungan dari penyiksaan; (7) Hak untuk mendapatkan
perlindungan atas kehormatan dan nama baik; (8) Hak untuk kebebasan berpikir
dan berbicara; (9) Hak untuk bebas memilih agama; (10) Hak untuk bebas
berkumpul dan berorganisasi; (11) Hak untuk mengatur tata kehidupan ekonomi;
(12) Hak atas jaminan sosial; (13) Hak untuk bebas mempunyai keluarga dan
segala sesuatu yang berkaitan denganNya; (14) Hak-hak bagi wanita dalam
kehidupan rumah tangga; (15) Hak untuk mendapatkan pendidikan; dan lain
sebagainya.
3.
Kontribusi Umat Islam Dalam Perbuatan dan Penegakan Hukum
Kontribusi umat Islam dalam penegakan hukum
di Indonesia tampak jelas setelah Indonesia merdeka. Sebagai hukum yang tumbuh
dan berkembang dalam masyarakat, hukum Islam telah menjadi bagian dari
kehidupan bangsa indonesia yang mayoritas beragama islam. Penelitian yang
dilakukan secara nasional oleh Universitas Indonesia dan BPHN (1977/1978)
menunjukan dengan jelas kecenderungan umat islam indonesia untuk kembali ke
identitas dirinya sebagai muslim dengan mentaati dan melaksanakan hukum islam.
Kecenderungan ini setelah tahun enam puluhan diwujudkan dalam bentuk kewajiban
menyelanggarakan Pendidikan Agama Islam di sekolah-sekolah dibawah naungan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang Departemen Pendidikan Nasional).
Realitas kehidupan beragama di Indonesia lainnyaadalah maraknya kehidupan
beragama Islam setelah tahun 1966 dan perkembangan global kebangkitan umat
Islam diseluruh dunia. Selain dari itu, perkembangan hukum Islam di Indonesia
ditunjang pula oleh sikap pemerintah terhadap hukum agama (hukum Islam) yang
dipergunakan sebagai sarana atau alat unutk memperlancar pelaksanaan kebijakan
pemerintah, misalnya dalam program Keluarga Berencana dan program-program
lainnya. Setelah Indonesiam merdeka, muncul pemikiran hukum Islam terkemuka di
Indonesia, seperti Hazairin dan TM. Hasbi ash-Shiddieqy, mereka berbicara
tentang pengembangan dan pembaharuan hukum islam bidang muamalah di Indonesia.
Hasbi misalnya menghendaki fikih islami dengan pembentukan fikih Indonesia
(1962), Syafrudin Prawiranegara (1967) mengemukakan idenya pengembangan sistem
ekonomi Islam yang diatur menurut hukum Islam. Gagasan ini kemudian melahirkan
Bank Islam dan bentuk Bank Muamalat Indonesia (BMI) tahun 1992 yang beroprasi
menurut prinsip-prinsip hukum Islam dalam pnijam meminjam, jual beli, sewa
menyewa, dan sebagainyadengan mengandalakan hukum dan peraturan perbankan yang
berlaku di Indonesia.
Kontribusi umat islam
dalam perumusan dan penegakan hukum pada akhir-akhir ini semakin tampak jelas
dengan diundangkanya beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan hukum Islam, seperti Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974
tenteng Perkawinan, peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977 tentang perwakafan
Tanah Milik, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 1989 tentang
Peradilan Agama, Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum
Islam, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 1999 tentang pengeloleen
zakat, dan Undang-undang Republik Indonesia tahun 1999 tentang penyelenggaraan
haji.
Dari pembahasan yang sudah
dikemukakan, jelas makin lama makin besar kontribusi umat islam di dindonesia
dalam perumusan dan penegakan hukum di Indonesia. Adapun upaya harus dilakukan
untuk menegakan hukum islam dalam praktik bermasyarakat dan bernegara, memang
harus melalui proses, yakni proses kultural dan dakwah. Apabila Islam sudah
memasyarakat, maka sebagai konsekuensinya hukum harus ditegakan. Bila perlu,
law enforcement dalam penegakan hukum Islam dengan hukum positif, yaitu melalui
perjuangan legislasi. Di dalam negara yang mayoritas penduduknya beragama
islam, kebebasan mengeluarkan pendapat atau kebebasan berpikir wajib ada.
Kebebasan mengeluarkan pendapat ini diperlukan untuk mengembangkan pemikiran
hukum islam yang betul-betul teruji, baik dari segi pemahaman maupun dari segi
pengembanganya. Dalam ajaran islam ditetapkan bahwa, umat islam mempunyai
kewajiban untuk mentaati hukum yang ditetapkan Allah. Masalahnya kemudian, bagaimanakah
sesuatu yang wajib menurut islam menjadi wajib pula menurut perundang-undangan.
Hal ini jelas diperlukan proses dan waktu untuk merealisasikanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar